Setelah sekian lama menahan
hasrat turing luar pulau, karena waktu dan suasana PPKM akibat covid 19 ini,
akhirnya si Inazuma hitam bisa keluar kandang lagi. Kali ini tidak ditemani brader IMUD tapi bersama para biker ION
(Inazuma Owner Netwok) Kalimantan Timur, bro Ikhsan dan bro Alam, plus bro Gandhi yang bela-belain nebus Inazuma dari Parepare. Rute memutar
sepanjang pesisir pantai pulau Sulawesi bagian Tengah dan Utara, dari Palu ke
Menado kembali ke Palu melalui pesisir pantai Selatan Sulawesi Utara dan
pesisir Timur Sulawesi Tengah dengan jarak tempuh tak kurang dari 2.300 km. Sebenarnya
wacana turing ini sudah jauh-jauh hari tapi sempat tenggelam seiring beberapa
rekan biker IMUD juga ION yang tidak bisa meninggalkan kesibukannya, juga
kendala aturan perjalanan yang sangat ketat apabila keluar daerah apalagi
keluar pulau. Tetapi tiba-tiba ada ajakan dari Bro Ikhsan dan Bro Alam untuk
turing ke Sulawesi Selatan, tetapi akhirnya rute diubah menjadi Palu –
Menado-Palu.
Menjelang hari H, ada ketentuan
baru yang menghapus aturan tes antigen untuk perjalanan laut dan udara.
Alhamdulillah...padahal sudah bersiap-siap untuk tes antigen sebelumnya.
Kamis 10 Maret 2022. Waktunya
berangkat. Sehari sebelumnya bro Gandhi sudah berangkat terlebih dahulu untuk
menjemput Inazumanya di Parepare dan lanjut solo riding untuk bertemu di Palu.
Sekitar jam 2 siang lewat 3 inazuma, bro Dodo, bro Ikhsan dan bro Alam meluncur
ke pelabuhan ferry Kariangau. Tiket Kariangau-Taipa ditebus seharga 435 ribu
dengan sedikit perdebatan karena aturan yang agak abu-abu. Cukup lama menunggu
sebelum akhirnya kapal ferry Laskar Pelangi tujuan Pelabuhan Taipa Palu
diberangkatkan sekitar jam 6 sore. Kapal cukup besar dengan 3 dek. Dek pertama
untuk kendaraan roda empat dan roda dua. Dek kedua adalah area dapur dan area terbuka
yang luas dijadikan tempat tidur para penumpang. Ada yang membawa terpal,
tikar, dan perlengkapan tidur lainnya. Sedangkan dek ketiga merupakan ruang penumpang dengan tempat duduk. Cuaca cukup cerah, namun menjelang
tengah malam, hujan turun dan angin bertiup cukup kencang.
|
KM Laskar Pelangi |
Menyusuri Pantai Barat Sulawesi
Tengah ke Menado
Jumat 11 Maret. Menikmati
matahari terbit dari laut lepas merupakan keindahan tersendiri. Setelah
berlayar sekitar 22 jam, akhirnya jam 4 sore kapal mulai merapat. Turun dari
kapal, surat jalan kendaraan diperiksa di pos pelabuhan, langsung meluncur
meninggalkan pelabuhan Taipa dan berhenti sejanak untuk makan siang yang
kesorean. Tak sengaja di warung bertemu bro Dede biker Samarinda yang bekerja
di Palu. Tanpa membuang waktu kemudian lanjut riding hingga rehat dan bermalam
di penginapan Bintauna di Sirenja, sekitar 75 km dari Taipa. Dari cerita ibu
pemilik penginapan, di Sirenja merupakan pusat gempa 2018 lalu. Ajaibnya rumah
penginapannya masih berdiri kokoh, walaupun bangunan sekitarnya porak poranda.
Sabtu, 12 Maret. Seharusnya sesuai rencana Bro Gandhi sudah sampai Palu untuk bergabung. Info terbaru ada masalah teknis di kendaraannya dan harus diperbaiki di Suzuki Palu. Selain itu juga ada urusan kantor yang mendadak harus diselesaikan sehingga harus kembali ke Balikpapan lebih cepat. Diputuskan untuk melanjutkan perjalanan tanpa bro Gandhi. Sedangkan Bro Gandhi mengubah jalur ridingnya menuju Toraja menyesuaikan waktu yang ada. Padahal bro Gandhi sudah riding non stop 700an km sehari dari Parepare ke Palu. Tapi itulah hidup, manusia berencana Tuhan menentukan.
Menyusuri pesisir pantai Sirenja
pagi hari diiringi rintik hujan, nampak jelas sisa-sisa reruntuhan bangunan
akibat gempa. Di beberapa tempat aspal jalan banyak yang berlubang dan tertutup
pasir pantai. Mungkin sisa hujan semalam. Jalanan lurus kadang berliku-liku
membelah pantai dan perbukitan. Menjelang senja, rombongan memasuki gerbang
kota Toli-toli.
Sore ini cuaca kurang bersahabat. Rintik hujan masih mengiringi
sepanjang jalan. Maksud hati ingin riding hingga menemukan penginapan terdekat,
tapi info dari biker Satria yang tiba-tiba muncul – ternyata sudah menunggu
sejak sore hari karena dapat kabar dari biker STC – bilang bahwa penginapan
terdekat masih jauh. Terima kasih bro atas suguhan kopi panasnya. Setelah isi bensin eceran
rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Karena elektrik starter Inazuma bro
Dodo tiba-tiba ngadat, terpaksa untuk start si Inazuma didorong. Menyusuri
gelapnya malam akhirnya tiba di RM Kambugton desa Kapas, jalan poros Buol – Tolitoli
untuk makan malam. Berhubung sudah cukup malam, diputuskan untuk menginap di RM
tersebut. Alhamdulillah ibu pemilik mengijinkan. Jadilah malam ini tidur di
atas bale-bale kayu di teras rumah yang setengah tertutup. Rupanya RM Kambugton
ini sudah terbiasa menjadi tempat persinggahan para pelintas roda empat maupun
roda dua yang kemalaman, karena ada beberapa orang juga yang menginap tidur di teras
rumah.
|
Sirenja, Palu |
Minggu, 13 Maret. Jam 7 pagi IONer
sudah bersiap melanjutkan perjalanan. Target hari ini setidaknya mencapai
Popalo sebelum esoknya melanjutkan riding hingga ke Menado. Sebelum start bro
Ikhsan sempat membuat kopi sekedar menghangatkan pagi. Cuaca cukup cerah
setelah semalam sempat turun hujan. Nggak sempat mandi pagi, langsung gas.
Jalan berliku-liku diantara bibir pantai dan perbukitan menciptakan kombinasi
pemandangan yang menakjubkan. Tiba-tiba jalan mendaki terus hingga tiba di
Puncak Surga Teluk Jaya yang berada di desa Teluk Jaya, Tolitoli Utara. Tak
lupa rehat sejenak sambil menikmati pemandangan dan menghirup udara segar.
Tentu saja selfie jepret sana sini. Kapan lagi.
Lanjut perjalanan hingga
memasuki kawasan hutan lindung dengan kelokan ekstrim nyaris tiada akhir. Ditambah
lagi kondisi jalan yang rusak dan basah dibeberapa bagian. Kombinasi tikungan
membentuk huruf S dengan sudut yang sempit dan menanjak tajam membuat para
rider harus extra hati-hati menjaga putaran mesin. Karena extrimnya belokan dan
tanjakan kadang memaksa rider untuk berpindah gear hingga gigi terendah. Belum
sempat menarik gas di depan sudah bertemu tikungan lagi. Akhirnya jalanan mulai
normal lagi hingga tiba di gerbang hutan lindung dan rehat di warung yang ada.
Walopun hari belum menjelang siang, skalian saja kami memesan menu ikan bakar
sekaligus makan siang. Beberapa kendaraan roda empat dari arah Gorontalo atau
Menado juga terlihat melewati jalur ini.
Di sebuah belokan seberang
jembatan sungai kecil di Paleleh, Buol tampak air terjun Talokan yang lumayan
meyejukan mata di siang hari yang cukup panas. Sejenak istirahat menyeruput
kopi sambil menikmati suasana sepi jauh dari keramaian. Jalanan nampak lengang,
hanya sesekali kendaraan lewat. Sore
hari tiba di gerbang provinsi Gorontalo, kemudian lanjut hingga memasuki Popalo
menjelang magrib sambil berhujan-hujan ria berharap menemukan penginapan, tapi
ternyata tidak ada. Tiba di Kwandang, pertigaan arah kota Menado dan Kotamubagu
baru menemukan penginapan kost RQ untuk bermalam.
|
RM Kambugton |
|
Puncak Surga Teluk Jaya |
|
Air terjun Talokan di Paleleh, Buol
|
|
Batas Sulteng-Gorontalo |
Senin, 14 Maret. Cuaca pagi ini
cerah. Matahari pagi mulai bersinar. Sebelum meninggalkan Kwandang sarapan nasi
kuning dahulu. Selanjutnya langsung gas tujuan Menado menyusuri jalan raya
Trans Sulawesi melewati Bolaangitam, Bintauna, Bolaangmongondow, Nonapan,
Amurang hingga memasuki kota Menado menjelang magrib. Kontur jalan relatif
lebih landai dan bersahabat. Di kota Manado rider ION bermalam di hotel Big
Fish di pusat kota.
|
Penginapan RQ Kwandang |
|
Pantai Babo, Sangtomboang - Bolaangmongondow |
|
senja pinggir kota Menado |
Sementara di jalur lain, Bro
Gandhi dalam solo ridingnya ke Toraja sempat nyasar hingga ke pelosok negeri antah berantah
mengikuti jalur mbah gugel sepanjang pinggiran danau Poso di Tentena. Kejadian
serupa pernah terjadi pada rombongan biker IMUD pada 2017 silam.
|
Bro Gandhi @ Ketekesu, Toraja |
Kembali ke Palu menyusuri Pesisir
Timur
Selasa, 15 Maret. Sebenarnya
rencana semula IONers akan stay
sehari di Menado untuk recovery, tapi
ternyata rencana berubah. Pagi hari menuju Tomohon sekitar 25 km dari kota Menado
untuk silaturahmi dengan omBro Stephen Langitan yang saat ini menetap di kota
Tomohon. Sekitar jam 10 pagi rombongan IONer tiba di kediaman omBro Stephen
tepat disamping Stadion Tomohon. Suasananya sangat tenang dengan udara Tomohon
yang sejuk karena di kelilingi oleh pegunungan. Nampak Suzuki Inazuma merah
yang telah melanglang buana terparkir di depan rumah. Hampir dua jam bertukar
cerita ditemani kopi Tomohon. Sebelum pamit IONer diberikan oleh-oleh buku
“Turing Seorang Diri Jakarta-London 30.000 kilometer” yang ditanda-tangani
langsung oleh omBro Stephen. Wah terima kasih banyak sudah mau menerima para
IONer Kaltim. Semoga lain kali bisa bertemu lagi.
Dari Tomohon kemudian bergerak
menuju Tondano melewati kawasan pasar ekstrim Tomohon. Santap siang di RM
Astomi dipinggir danau Tondano sambil mencari penginapan untuk istirahat.
Berputar-putar akhirnya malah riding
lagi hingga sampai di Ratahan, Minahasa Tenggara. Malam ini IONer menginap di Penginapan
Uta Rengke di pinggir jalan raya Langowan – Ratahan poros Trans Sulawesi.
|
view dari hotel Big Fish |
|
Hotel Big Fish Menado |
|
Kantor Gubernur Sulut |
|
Titik Nol Menado |
|
Kediaman omBro Stephen Langitan - Tomohon |
|
danau Tondano |
Rabu, 16 Maret. Tak terasa sudah
hampir satu minggu berada di jalan. Pagi ini rutenya adalah menuju ke Kota
Gorontalo. melalui Bolaangmongondow Timur menyusuri jalan raya Ratahan -
Kotamobagu. Jalur ke Kotamogabu dengan kontur jalan mendatar tapi kadang
berkelok kelok kemudian mendaki diantara perkebunan cengkeh. Nampak di kanan
kiri jalan banyak hamparan cengkeh yang sedang dijemur menyebarkan aroma segar. Dari ketinggian pemandangan laut tampak
menakjubkan. Sesekali kami berhenti sejenak sekedar melepas lelah sambil
menikmati pemandangan sekaligus mendinginkan mesin Inazuma.
Keluar dari
Kotamobagu kembali menyusuri pesisir pantai sepanjang jalan Trans Sulawesi
hingga ke Gorontalo. Sebelum tengah hari sudah tiba di gerbang Bolaangmongondow
Selatan yang terletak di ketinggian. Menjelang senja IONer memasuki kota
Gorontalo melewati pelabuhan hingga tiba di New Melati Hotel untuk bermalam. Dari
catatan strava ternyata jarak tempuh riil mencapai 435 km. Wow…lumayan jauh.
|
Ratahan |
Kamis, 17 Maret. Sebenarnya jarak Gorontalo ke Palu
kurang lebih 600 km bisa ditempuh dalam satu hari dengan sedikit menambah waktu
riding. Berhubung jadwal kapal penyeberangan dari Palu ke Balikpapan adalah
hari Sabtu, maka kami memanfaatkan waktu 2 hari tersisa ini untuk riding agak
santai dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Hari ini targetnya adalah Parigi-Moutong,
sekitar 300 km dari Gorontalo. Tak seperti biasanya, kali ini sengaja start
agak siangan karena Bro Alam kedatangan tamu kawan lamanya yang berbaik hati membawakan nasi kuning untuk sarapan.
Sedangkan Bro Ikhsan menyempatkan waktu untuk mengganti oli Inazumanya di
bengkel. Sekitar jam setengah 10 pagi tiga Inazuma meninggalkan hotel. Hari
masih pagi tapi sinar matahari terasa menyengat. Udara kota Gorontalo yang
terletak di pinggir laut dan dikelilingi perbukitan terasa panas. Ketika
melewati persimpangan jalan depan gerbang Bandara Djalaludin Gorontalo terdapat
Monumen BJ Habibie. Nampak berdiri Patung BJ Habibie – Presiden ke 3 RI dan tokoh
dirgantara yang telah mendunia - sedang memegang pesawat.
Tengah hari tiba di Marisa untuk bertemu sejenak dengan Bro Yoni biker STC. Sekitar satu jam kami mengobrol sambil santap siang ikan bakar di tepi laut kawasan wisata Pantai Pohon Cinta. Ketika hendak meneruskan perjalanan dan membayar makan siang ternyata Bro Yoni sudah membayarnya. Terima kasih banyak traktirannya Bro Yoni. Semoga tetap sehat dan sampai ketemu lagi Brader!
Berbekal gugel map kami menemukan satu Penginapan di Moutong. Masih 145 km lagi. Gaaasss. Jalanan relatif lebih bersahabat melewati pedesaan. Sawah yang hijau dan perkebunan menyegarkan mata. Menjelang senja tiba di gerbang perbatasan Gorontalo dan Sulewesi Tengah. Sejenak rehat sambil ngopi di warung pinggir jalan. Hari sudah gelap ketika tiba di Penginapan Mokosua di poros jalan Trans Sulawesi desa Bolano Tengah, Parigi Moutong.
|
New Melati Hotel Gorontalo
| Monumen BJ Habibie, Isimu Gorontalo
|
| Bro Yoni - STC Marisa
|
|
|
Batas propinsi Gorontalo-Sulteng |
Jumat, 18 Maret. Tidak terasa hari ini etape terakhir perjalanan menuju Palu. Sekitar jam 7.30 pagi start dari penginapan menyusuri pesisir pantai Timur Sulawesi Tengah. Sekitar satu setengah jam perjalanan di Tomini rehat sambil sarapan disebuah warung kecil pinggir pantai di Tomini, lagi-lagi nasi kuning. Menyantap sepiring nasi kuning dan segelas kopi sambil menikmati pemandangan laut yang tenang dan perbukitan yang hijau sungguh tak ternilai. Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan. Perut kenyang dan tenaga sudah pulih, langsung gas kembali hingga tengah hari beristirahat di Kasimbar untuk menunggu selesainya waktu sholat Jumat. Cuaca siang ini cukup panas di tambah rasa kantuk yang sedari tadi membuat kepala terasa berat. Hampir satu jam istirahat. Ketika baru saja melanjutan perjalanan, tak sampai seratus meter nampak berjejer kios-kios penjual durian. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Inazuma menepi dan diparkir. Satu demi satu durian dibelah. Wow lezat.
Puas menikmati durian, langsung gas ke Toboli untuk menemui Bro Jay Borneo – biker STC yang sudah menunggu di Warung Tiga Saudara, markas STC Lalampa – Toboli, di pertigaan jalur Parigi – Palu. Senang bisa bertemu dengan Om Jay – panggilannya. Lebih dari satu jam bercerita sambil menyantap lalampa – makanan khas setempat, ketan yang dibungkus daun dan dibakar. Masih lagi disuguhi ikan bakar dan tentu saja kopi. Luar biasa. Terimas kasih jamuannya om Jay. Panjang umur orang-orang baik. Waktu sudah mendekati jam 4 sore, tapi matahari masih sangat terik. Udara sangat panas. Ya, ini karena daerah Toboli dan Sulawesi Tengah pada umumnya tepat berada di garis khatulistiwa. Sayangnya tugu khatulistiwa di Tinombo terlewati untuk berfoto.
Dari Toboli menuju Palu sekitar 60an km melewati kawasan cagar alam Pangi Binangga. Jalan mulai menanjak berkelok-kelok, naik turun. Badan jalan lebar dan aspal cukup mulus. Tiba-tiba jalanan macet baik sisi arah ke Palu maupun arah sebaliknya. Mobil tidak ada yang bisa bergerak. Bahkan ada satu dua mobil yang terparkir di tengah jalan tanpa ada orangnya. Mungkin sang sopir kelelahan. Kabarnya ada yang sudah sejak dari pagi terjebak belum bergerak. Ternyata ada longsoran dari bukit yang menutupi jalan. Tampak beberapa orang yang secara sukarela turun dari kendaraan mengatur lalu lintas. Pak Polisi berteriak mengatur dan mengarahkan kendaraan. Satu persatu kendaraan, terutama sepeda motor dapat melintas. Pakbro Alam di depan membuka jalan melewati gundukan tanah basah yg menutupi aspal. Alhamdulillah dengan kesabaran meliuk-liuk diantara kendaraan akhirnya bisa keluar dari kemacetan dan melanjutkan perjalanan.
Hari masih cukup terang ketika memasuki kota Palu. Dan akhirnya tibalah di hotel Santika Palu untuk bermalam terakhir kalinya sebelum hari Sabtu, 19 Maret kembali ke Balikpapan sesuai jadwal. Untuk mengejar waktu, Bro Dodo pulang terlebih dahulu menggunakan pesawat udara Palu-Makasar-Balikpapan. Sedangkan bro Ikhsan dan Bro Alam tetap sesuai rencana naik kapal dari Pelabuhan Taipa ke Kariangau Balikpapan.
Rencana tinggal rencana, ternyata dapat kabar jadwal keberangkatan kapal ditunda hingga Rabu 23 Maret dinihari. Beruntung bertemu dengan para biker NMax Palu yang membantu dan menampung Inazuma di markasnya selama menunggu jadwal kapal selanjutnya. Terima kasih banyak bantuannya brader!
|
Penginapan Mokosua, Parigi Moutong |
|
Durian Kasimbar |
|
Markas Om Jay - STC Toboli |
|
Terjebak longsoran di kawasan Pangi Binangga |
|
Finish di Hotel Santika Palu |
|
Markas Nmax Palu |
Akhirnya hari Senin, 21 Maret bro Ikhsan juga menyusul terbang ke Balikpapan menggunakan pesawat. Sedangkan pakBro Alam memilih untuk menunggu di Palu sampai jadwal kapal berikutnya. Alhamdulillah, akhirnya Kamis 24 Maret, sekitar setengah empat pagi kapal sandar di Kariangau dan 3 Inazuma plus pakBro Alam tiba dengan selamat.
Bravo IONer. Mission accomplished.